Sungai Ciliwung Merupakan salah satu sungai yang legendaris di DKI Jakarta. Bagaimana tidak legendaris, sungai ini terkenal dengan kekumuhan nya dan juga kotor nya. Hal ini dipicu oleh banyaknya bangunan komersial yang berada ditepian sungai Ciliwung ini.
Di mata awam, sangat sulit untuk menilai bahwa keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta ini dalam memberikan izin untuk bangunan komersial di Bantaran Ciliwung itu tidak salah. Selain itu, pemerintah provinsi DKI Jakarta juga memberikan izin membangun kepada warga di sekitar Bantaran Ciliwung untuk mendirikan rumahnya. Bahkan, rumah yang mereka dirikan juga telah teraliri listrik PLN. Warga tersebut juga dikatakan rutin membayar iuran yang ada di daerah asia poker88.
Koordinator komunitas peduli Ciliwung Bogor, Irawan Putra, mengatakan bahwa pemerintah seharusnya mengakui dengan terbuka bahwa pemerintah telah melanggar aturan, bahkan membiarkan pembangunan terus terjadi di Bantaran sungai Ciliwung sehingga sungai tersebut hancur dan juga menjadi salah satu pemicu bencana Hal tersebut dapat dibuktikan dengan keberadaan pemukiman serta bangunan komersial yang terus bertambah di Ciliwung dari hulu hingga ke hilir. Sementara itu, perlindungan Sempadan Ciliwung dari adanya bangunan sudah ada sejak jaman Indonesia belum merdeka.
Setelah Indonesia merdeka, diterbitkanlah undang undang nomor 11 tahun 1974 tentang pengecilan dan peraturan pemerintah nomor 25/1991 tentang sungai. Kedua peraturan tersebut mengatur mengenai perlindungan Bantaran sungai. Di dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa batas larangan untuk membangun dari Sempadan atau bibir sungai adalah 10 hingga 20 m. Sebab sungai merupakan salah satu aset milik negara.
Setelah aturan tegas tersebut ditetapkan, penyerobotan Bantaran terus saja terjadi oleh warga ataupun pengusaha. Pemerintah hanya diam dan membiarkan tanah milik negara mereka terus diserobot, bahkan juga banyak yang dimiliki secara pribadi oleh masyarakat. Banyak warga yang memiliki sertifikat hak milik untuk tanah di Bantaran yang juga dikeluarkan oleh badan Pertanahan nasional.
Kondisi ini semakin parah dengan adanya izin yang diberikan untuk mendirikan bangunan bagi para pemegang sertifikat tanah di kawasan Bantaran sungai. Bahkan di Depok, tepatnya di kawasan gunung pasir, pengembang sedang melakukan pembangunan perumahan mewah tepat terletak di bibir sungai Ciliwung. Bahkan turap telah dibangun dengan tinggi 5 m, namun turap tersebut longsor karena tidak mampu menahan tanah yang terkikis air.
Pengembangan tentunya tidak akan berani melakukan pembangunan pembangunan tersebut jika tidak memiliki ijin mendirikan bangunan ataupun sertifikat hak milik. Kedua surat tersebut tentunya diterbitkan oleh pemerintah daerah atau pemerintah yang berwenang di kawasan tersebut. Hal ini semakin menunjukkan bahwa pemerintah memang memberikan izin kepada para pengembang ataupun masyarakat untuk memiliki tanah secara pribadi yang mengakibatkan Bantaran sungai Ciliwung semakin rusak setiap harinya.
Di Bantaran sungai Ciliwung, tepatnya di Katulampa, Bogor, setidaknya telah terbangun 90 rumah yang telah dihuni oleh 110 keluarga. Di kawasan lain, tepatnya di Babakan pasar Bogor, setidaknya terdapat 320 rumah di Bantaran sungai yang juga dihuni oleh 360 keluarga. Inilah bukti nyata dari Perampasan sungai yang sangat masif.